Selasa, 24 Juli 2012

Keluarga Dalam Perspektif Al Quran


Dr. Ahzami Sami'un Jazuli 
(Ringkasan Taujih Taklim Ramadhan, Al Falah 22 Juli 2012-CMIIW)

Pendahuluan

Banyak surat-surat dalam Al Quran yang berbicara tentang keluarga. Misal tentang keluarga Imran, keluarga Nabi Nuh, keluarga Nabi Luth, dan keluarga Nabi, dll. Oleh karenanya Al Quran disebut sebagai kitab keluarga  (Kitab Al Usroh). Ayat dan surat yang membicarakan keluarga ini menjadi petunjuk dan pedoman bagi umat muslim dalam menjalani kehidupan keluarga. Prinsip-prinsip keluarga dalam Islam tergambar dengan jelas di sana. Oleh karena itu ini menjadi isyarat bahwa barang siapa yang tidak berpedoman kepada Al Quran dalam menjalani kehidupan rumah tangga, maka rumah tangganya tidak akan sukses.

Seperti Apa Al Quran Berbicara Tentang Keluarga?


Satu: Keluarga Akan Sukses hanya Jika berpedoman pada  Al Quran 


Indonesia adalah negara yang masih mayoritas berpenduduk muslim (disebut “masih” karena populasinya selalu berkurang, dulu 90% sekarang tinggal 80%). Namun Indonesia belum pernah memiliki pemimpin (presiden) yang semangat dalam menegakkan syariah Islam. Kondisi ini sangat timpang dan kontradiktif. Kenapa? Karena yang terpilih selalu bukan orang yang mengerti syariah Islam (sekuler). Salah siapa? Salah yang memilih. Kenapa salah memilih? Karena yang memilih tidak memahami syariah Islam. Kenapa tidak paham? Karena rumah tangganya tidak pernah mengajarkan bagaimana indahnya syariah Islam dan bagaimana suatu organisasi akan sukses jika berpedoman pada syariah Islam.


Umat Islam Indonesia selalu menghadapi gempuran dan fitnah yang menjadikan syarah Islam berkonotasi negatif. Padahal Sirah Nabawi telah membuktikan bahwa Rasulullah berhasil membentuk masyarakat Madani yang sejahtera hanya dalam tempo 13 Tahun.  Shirah Nabawi mengajarkan betapa unggulnya  manusia yang dibentuk oleh Rasulullah SAW yang tercermin dalam sosok para sahabat yang memiliki akhlak agung dan pribadi-pribadi yang gemilang. Jika kini kita belum berhasil, bukan karena syariahnya yang salah, tetapi bisa pelaku-pelakunya, metodenya, dan lain-lain.

Dua: Keluarga Adalah Rumah Tangga Ibadah


Dalam surat 51:56 disebutkan :” Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. Redaksi kalimatnya adalah (a.) wamaa khalaqtu al jinna wal insaa Illa ...liya’budun.
bukan (b) khalaqtu al jinna wal insaa liya’budun. 


Jika pada point b, memungkinkan tujuan lain selain ibadah, maka pada point a tidak ada tujuan lain selain ibadah. Kata wamaa...illa mengabaikan tujuan lain dan memfokuskan hanya pada  satu tujuan. 
Artinya: Ini menunjukkan bahwa segala aspek kehidupan umat islam, termasuk dalam kehidupan rumah tangga adalah untuk ibadah.

Berlaku kepada isteri, berlaku kepada anak, berwisata bersama keluarga, menyekolahkan anak, memberi uang kepada isteri, dll adalah bernilai ibadah jika diorientasikan (di visikan) ibadah. Oleh karenya kita harus memiliki visi ibadah dalam menjalani kehidupan rumah tangga.

Jika rumah tangga divisikan ibadah maka adakah keluarga yang melahirkan manusia bermental koruptor, suka Narkoba, culas, Jahat, menjadi sampah masyarakat? Tentu tidak. Keluarga Ibadah melahirkan manusia-manusia yang bermanfaat buat lingkungannya. Rahmatan lil alamin. Bahkan melahirkan pemimpin-pemimpin yang kharismatik dan handal.


Tiga: Fungsi Keluarga adalah Menegakkan Hukum-Hukum Allah


Allah berfirman dalam QS Al Baqarah 229:

Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dzalim.

Ayat tersebut berbicara tentang talak, cerai, dan rujuk. Semua itu harus dijalankan sesuai dengan hukum-hukum Allah. Ini mengandung arti bahwa kehidupan Rumah tangga berfungsi menjalankan dan menegakkan hukum-hukum Allah.  Pembentukkan keluarga dengan cara nikah, penyelesaian masalah rumah tangga dalam masa nikah, aturan tentang talak dan cerai , semuanya ada hukum-hukumnya dalam syariah Islam.
Rasulullah SAW berhasil menegakkan hukum/syariah Islam dalam tempo 13 tahun. Jika terdapat suatu organisasi (entitas) yang tidak berhasil menegakkan syariah Islam, padahal waktu yang dihabis sudah melebihi 13 tahun, maka bukan syariahnya yang salah tetapi ada sesuatu yang “error” baik itu caranya, mentalitasnya, kurikulumnya dsb.

Jika terdapat keluarga muslim yang tidak berhasil membina rumah tangganya, bukan syariah islamnya yang salah. Bisa karena pribadi-pribadinya yang tidak sepenuhnya berpedoman kepada Al Islam atau salah dalam applikasinya.  

Empat: Keluarga adalah Sumber Kasih Sayang


Keluarga dalam perspekstif Al Quran adalah sumber kasih sayang dan sumber kedamaian, sehingga tidak ada suatu kegundahan (masalah) yang tidak bisa diselesaikan oleh keluarga.

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.(QS 30 Ar Ruum: 21).


Dalam sebuah hadits diungkapkan bahwa saudara muslim tidak boleh membiarkan/mendiamkan (bersitegang) saudara muslim lainnya lebih dari 3 hari. Apalah lagi dalam kehidupan rumah tangga, seorang suami/isteri tidak boleh mendiamkan isteri/suaminya melebihi 3 hari. Ini menunjukkan bahwa Islam tidak membiarkan hilangnya kasih sayang dalam sebuah keluarga. Kasih sayang harus selalu dihadirkan demi tegaknya kehidupan rumah tangga yang sukses.

Lima: Keluarga dalam Perspektif Al Quran adalah keluarga Dakwah


Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(QS 66 At Tahrim:6).


Enam: Keluarga dalam Perspektif Al Quran adalah keluarga Jihad


Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka Jahanam dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. (QS 66 At Tahrim:9).


Ayat ini menegaskan bahwa rumah tangga muslim adalah rumah tangga jihad. Dalam kondisi apapun spirit jihad harus digelorakan. Dalam kondisi miskin atau kaya, dalam kondisi punya jabatan atau tidak punya jabatan, dalam kondisi tidak berharta dan berharta, jihad harus selalu ada dalam rumah tangga kaum muslimin.

Jangan sampai ketika kondisi sudah nyaman, harta cukup, jabatan tinggi, semangat jihad jadi memudar. Justru harta dan jabatan yang kita peroleh dimaksimalkan untuk kepentingan jihad.

Kisah nyata seorang muslim Mindanau yang mendapat bea siswa belajar ke Timur Tengah. Ketika hidup di Mindanau, dia selalu mendapat kesusahan. Konflik bersenjata selalu ada. Adu fisik dan makar terjadi antara kelompok pejuang muslim dan musuhnya. Dampaknya hidup pun ada adanya, serba kekuarangan karena kondisi yang selalu konflik.

Ketika belajar di Timur Tengah, dia merasa nyaman dengan hidup yang berkecukupan karena ditopang oleh dana bea siswa, tidak pernah ada konflik dan ketegangan-ketengangan. Akhirnya dia mengungkapkan enggan balik ke Mindanau dan ingin bertahan di luar negeri. Semangat jihad jadi mengendur karena hidup makin nyaman.

Kita tidak lepas dari ancaman seperti itu. Ancaman tidak berjihad. Jihad dalam konteks tidak mesti bersenjata, tetapi mencegah domimasi kekufuran dan kemunafikan dalam masyarakat dan kehidupan bernegara.

Enam: Rumah Tangga Perguruan Tinggi 


Suatu realitas yang terjadi, banyak perempuan-perempuan Indonesia ketika berada di Arab Saudi selalu diteriaki dengan Khomsiina Riyalan (50 Real). Suatu bahasa isyarat yang berarti mengajak berkencan dengan upah 50 real. (sama dengan Rp 125.000, jika 1 SAR=Rp 2.500)     













Tidak ada komentar:

Posting Komentar